Selasa, 30 Juni 2015

Sumbangan Pembangunan Mesjid

Ketukan pintu dan suara salam dari luar mengagetkanku. Ternyata, seorang laki-laki yang masih tetangga rumah datang mengantarkan 2 lembar kertas. Awalnya saya kira undangan,  gak taunya surat edaran pemberitahuan. 

Isi dari pemberitahuan tersebut adalah, bahwa mesjid terbesar di lingkungan perumahan kita akan diperbesar. Rencananya akan dibuat 2 tingkat, dengan rincian biaya terlampir. Biaya total hampir 1 Milyar, dengan sumber dana dari sumbangan donatur Timur Tengah, kemudian bantuan dari Bazis, dan dari 650 KK muslim yang tinggal di perumahan ini. Besaran sumbangan per KK sebesar 500 ribu rupiah, yang kemudian bisa dicicil, bisa 2 kali atau 3 kali.

Pulau Lombok selain sebagai destinasi wisata, juga dikenal dengan julukan "Negeri 1000 Mesjid". Ya.. karena di pulau ini anda akan temui banyak mesjid - mesjid megah dengan arsitektur modern, bukan hanya di kota, bahkan sampai di pelosok-pelosok. Bahkan tidak jarang akan ditemui 2 mesjid megah yang saling berdampingan hanya dipisahkan oleh jalan raya.

Begitulah, masyarakat Pulau Lombok memang terkenal sangat religius.  Pengaruh dari organisasi Islam Nahdhatul Wathan yang cukup besar melatar belakangi hal tersebut. Mungkin sebagian besar orang terutama yang muslim, melihat fenomena ini adalah bagian dari kebesaran Islam. Dari sisi simbolisasi, mungkin ada benarnya, tapi bagaimana dari segi proses dan prakteknya ?

Entahlah, saya hanya seorang yang mencoba melihat dari sudut yang lain. Logikanya... mesjid yang besar tentu mempunyai jamaah yang besar pula, tapi kenyataannya tidak. Mesjid hanya ramai ketika hari Jum'at dan hari-hari besar umat Islam. Selain hari-hari itu biasanya sepi. Bahkan ada yg melaksanakan shalat Jum'at, berbagi tempat giliran. Karena jarak kedua mesjid yang berdekatan, dan mempunyai jamaah di lingkungan yang sama.

Proses pembangunan mesjid juga yang terkadang "memaksakan" diri. Jamaah di suatu lingkungan sebenarnya dengan mesjid satu lantai aja cukup, tapi ada prestise tersendiri jika membangun mesjid 2 lantai. Akibatnya, membengkak dana pembangunan yang tentu saja tidak bisa hanya bersumber pada "patungan" para jamaahnya. Oleh karena akhirnya mengandalkan para pengendara yang lewat, atau membuat proposal sumbangan-sumbangan kepada penduduk daerah lain, yang kadang sampai jauh dari wilayah pembangunan mesjid itu sendiri.

Tak adakah cara yang lebih elegan, yang sifatnya tidak meminta-minta ?? Bisakah membangun mesjid menggunakan prinsip-prinsip efisiensi, dan kaidah keteknisan sipil? Sehingga perencanaan pembangunannya sesuai dengan keperluan jumlah jamaahnya, bukan hanya sekedar mengejar gengsi, prestise, dan simbolisasi belaka.

Seharusnya semua bisa, andai saja umat Muslim bisa tidak terbelenggu akan kebanggaan mayoritas saja.

Tidak ada komentar: